Rabu, 06 Juni 2012

Zaman Seperti Apakah Yang Akan Kau Hadapi Esok, Nak?



Entah mengapa, hari ini saya begitu memperhatikan tingkah polah murid – murid saya di sekolah. Mereka tampak ceria, berkejar – kejaran, bercanda dan bermain bersama. Tidak ada beban yang sedikitpun terpancar dari wajah – wajah yang polo situ. Saya dan guru yang piket siang  itu seakan larut dalam suasana masa kecil itu.
“ Mereka itu enak ya, bermain bersama, tidak punya beban sama sekali, terkadang saya ingin seperti mereka, tertawa lepas, lugu dan bisa menikmati dunia ini tanpa suatu masalah, walaupun mereka juga punya masalah.”, saya mulai berhayal. “ Iya ya bu, mereka itu begitu menikmati hidupnya, tidak seperti kita yang banyak masalah”, kata teman sesama guru ternyata tak jauh berbeda dengan apa yang saya pikirkan. Sejenak kami sama – sama terdiam, melihat tingkah anak didik saya yang sedang bergelantungan di atas mainan besi itu.“ Tetapi, dibalik keluguan, keceriaan mereka seperti itu, saya mengkhawatirkan masa depan mereka”, keheningan itu terpecah oleh oleh kataku. “ Sesungguhnya, zaman seperti apa yang akan mereka hadapi nanti, kalau sekarang saja sudah seperti ini, apalagi saat mereka sudah besar nanti, media yang sangat menawarkan gaya hidup hedonisme, gaya hidup yang “ semau gue, gue-gue-eloe, gaya hidup liberal, gaya hidup yang matrealistis, gaya hidup yang seakan gebyar padahal rapuh. Saya sangat mengkhawatirkan mereka, bumi kita sudah tua seperti ini juga, mereka bisa riang sekarang, tapi saat mereka sudah seusia kita, apa yang akan terjadi nanti?, kasihan mereka, masih lumayan kita ya?, curhat saya sebelum bel masuk tiba.
Sekarang mereka bisa diarahkan, mereka sekarang mudah dibentuk, tapi bentukan itu harus senantiasa itqon dan istimror. Sedikit – sedikit tapi kontinyu. Daya tarik mereka terhadap ilmu masih besar, bahkan pengetahuan mereka tentang Tuhan walau masih sederhana tetapi sangat mengena. Kata – kata mereka saat saya menerangkan suatu materi begitu membuat saya terharu.               “ Gunung itu yang menciptakan Alloh ya Bu Guru?, Alloh itu ada dimana Bu?,
‘Arsy itu dimana sih Bu?”, setiap tahunnya pasti ada pertanyaan – pertanyaan seperti itu. Lalu, 10 tahun atau 20 tahun lagi, apakah pertanyaan mereka akan tetap sama?, apakah sudah berubah menjadi  kata – kata : “ Tuhan nggak adil, ah, jangan bawa nama Tuhan!akhirat ya akhirat, dunia ya dunia, atau ah jangan munafik loe saat mereka ditawari suatu kemungkaran?  Apakah mereka masih ingat nasyid yang sekarang begitu senang dinyanyikan?
“ Di syurga itu, mengalir sungai susu,
Siapa yang mau ( aku ), akulah yang mau”
Apakah mereka masih ingat, apakah rasa kerinduan mereka akan syurga akan semakin dalam, atau apa malah semakin dangkal tergerus syurga dunia yang sesaat?.
Sebuah sistem yang terbukti unggul dalam mencetak generasi yang berkarakter Islami, dan didukung SDM yang handal, mungkin bisa mengantarkan mereka menjadi manusia yang syamil-mutakammil, yang menyeluruh. Tapi bagaimana nanti saat mereka hidup dalam sistem yang jahiliyah?
Mau – tidak mau, suka-tidak suka, repot atau tidak repot, keluargalah yang menjadi peran utama. Keluarga merekalah yang akan membersamai mereka, bukankah waktu mereka hanya sebentar bersama kami?
Anak adalah asset terbesar bagi hidup kita, bayangkan ketika kita meninggal nanti, alam kubur kita akan senantiasa terang benderang lantaran do’a-do’a dari bibir mereka yang mengalun untuk kita, guru, maupun orang tuanya, dan bibir-bibir itu tidak akan tergerak mengucap do’a manakala kita tidak mangajari dan menbiasakan sampai menjadi sebuah akhlak.
Zaman seperti apakah yang akan kau hadapi nanti, Nak?
Sebuah kekhawatiran  saat kalian akan pergi meninggalkanku
Jogjakarta, 04 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar