Sabtu, 20 Agustus 2016

Menjadi Guru Berprestasi di hati

Menjadi guru berprestasi itu nggak harus ketika mendapatkan berjuta ucapan dan tepuk tangan bu ratna, karena kita tidak tahu bagaimana Alloh menguji keikhlasan kita.

Dalam persepsi sederhana yg sll saya pegang,menjadi guru berprestasi itu saat nama kita terukir indah di hati murid-murid kita,yg akan mereka kenang sampai dewasa nanti.


Saat kita dg kesabaran membimbing anak2 kita.bahkan sampai tulang2 kita seperti mau lepas.bahkan sampai airmata kita menitik karena merasakan kelelahan melayani mereka yg ngompol bergantian,yg air minum tumpah,BAB di celana,basah basahan,bertengkar dll, bahkan sampai mereka hadir dalam doa2 kita.sampai mereka hadir dalam mimpi2 kita.


Menjadi guru berprestasi itu saat mereka sakit kita bisa merasakan bak sedihnya ibu kandung, ketika mereka tak bisa melakukan sesuatu, kita terus berusaha melatihnya,seperti ibu kandungnya sendiri.


Menjadi guru berprestasi itu adalah saat kita berkarya dalam diamnya keikhlasan.melayani saat lelah tengah melanda.saat itulah Alloh mencatat sebagai amal kebaikan yg bisa jadi akan menerangi kita di alam kubur kelak.

berbuat.....berbuat....tanpa mengharap pamrih dari kepala sekolah,dari wali....atau dari hal2 yg bersifat duniawi.
itu ujian...dan hanya kita dan Alloh yg tahu setiap lintasan hati kita.
saya belajar dan terus belajar seperti itu..
Saya selalu belajar dan mengamati dari guru lainnya,
terlihat diantara jenak2 lelah mereka sebuah ketulusan hati.


semoga tulisan ini menginspirasi.
saya hanya sekedar menulis apa yg ada dalam hati saya.

SAAT ANAK KITA TERTIDUR




Saat kita menikah dan hamil dahulu, telah kita rancang berjuta mimpi, telah kita bangun idealisme kita kepada makhluk yg sebentar lagi akan hadir kedunia. Ia lah anak kita.
Lalu saat mereka terlahir, sempurnalah gelar terindah kita menjadi seorang wanita bernama IBU


Waktu telah berjalan begitu cepat, tanpa sering kita menyadarinya. Kita sudah semakin tua, dan anak-anak kita sudah semakin besar dan semakin dewasa
Lihatlah mereka saat mereka terlelap.
Peluk mereka dan renungi,apa yang telah kita lakukan untuk mereka.


Seberapa sering kita menitipkan kepada eyang,pembantu atau tetangga, padahal sejatinya mereka lebih ingin bermain bersama kita,berpelukan dalam hangatnya cinta kita.


Ingatlah,
berapa kali kita membentaknya,berbicara melengking saat mereka tak sesuai dengan apa yang kita harap.
Berapa sering tangan kita bicara, hanya karena kegaduhan yang mereka ciptakan.


Betapa sering kita menjejalinya dengan makanan-makanan sampah karena kita selalu terburu-buru dengan aktivitas kita.
Betapa sering hak-haknya kita rampas.
Hak bicaranya
Hak kasih sayang
Hak sehatnya
Lihatlah.....
Lihatlah....
Lihatlah.....


Saat mata mereka terpejam....
Betapa kita semakin merasa banyak dosa,banyak kesalahan kepada mereka....
padahal kehadirannya yang kita cita-citakan sebagai jalan ke syurga.



Maafkan aku,Nak
seorang wanita yang baru belajar menjadi seorang ibu bagimu
Masih belum  pantas menyandang "madrosatun"

Apalagi sungguh tak pantas, jika dikakiku ini ada syurgamu....
Semoga Alloh mengampuniku....




#inspirasisiang

Jumat, 19 Agustus 2016

ANAKKU YANG RANGKING KE-23


Di kelasnya ada 25 orang murid, setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23.
Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.
Pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing-masing.
Anak-anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orangpun bertepuk tangan.
Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya.
Didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab:
"Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main".
Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Diapun menjawab :
“Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”.
Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.
Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK?
Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain.
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti.
Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.
Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.
Pada suatu minggu, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka.
Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya.
Anak kami tidak punya keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira.
Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan.
Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.
Ketika makan, ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue.
Tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil.
Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.
Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti.
Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan.
Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing. Mereka terlihat begitu gembira.
Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23.
Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI & APA ALASANNYA.
Semua teman sekelasnya menuliskan nama : ANAKKU!
Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak berteman, dan banyak lagi.
Si wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.
Saya bercanda pada anakku, “Suatu saat kamu akan jadi pahlawan”.
Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba-tiba menjawab :
“Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
.
*“IBU... AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN... AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN”*
Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku.
Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun Anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan.
Jika ia bisa sehat, jika ia bisa hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, MENGAPA ANAK-ANAK KITA TIDAK BOLEH MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK & JUJUR…
Yukk...sayangi anak kita.*****


note:tulisan ini copas dari WA, terimakasih kpd penulis aslinya,sungguh sangat menginspirasi

Kamis, 18 Agustus 2016

Terimakasih ibu



Terimakasih ibu, telah melahirkanku ke dunia ini.
Terimakasih ibu,
telah mendidikku dengan kasih sayang.


Seumur hidupku,
aku belum pernah sekalipun mendengar teriakanmu, apalagi bentakanmu.


Terimakasih ibu,
telah membesarkanku dalam keadaan yang serba sederhana,
hingga aku bisa merasakan nikmatnya bersyukur dan berbagi dengan yang lain.


Terimakasih ibu,
Telah memberiku tugas-tugas pekerjaan rumah.
Aku masih ingat betul,
kelas 3 SD tugasku adalah menyapu halaman kita yg waktu itu sangat luas.
Kelas 4 SD aku naik pangkat, tugasku adalah menimba air untuk mandi keluarga besar kita.
Dan pekerjaan-pekerjaan lainnya hingga aku menjadi anak yang tahu pekerjaan, meski tak serajin kakak-kakakku, tapi itu yang membuatku sekarang selalu bertanggungjawab atas semua pekerjaan dan amanah2 yang diberikan kepadaku.


Terimakasih ibu,
telah menempaku dengan tempaan yang berat, sehingga aku tumbuh menjadi pribadi yang jika dibanding teman sebayaku aku lebih tangguh dari mereka,
meski terkadang aku jatuh dan terseok,
tapi lihatlah aku ibu,
bukankah aku lebih sering bangkit dan berjalan sendiri tanpa sepengetahuanmu?


Terimakasih ibu,
telah ku saksikan betapa piawainya engkau mengurus 7 anakmu,memasak dan mengurus segala keperluannya, mengurus dan merawat seorang suami yang sangat luar biasa, tanpa harus mempunyai seorang pembantu.


Terimakasih ibu,
Sungguh aku belajar darimu,
Belajar bagaimana menghadapi menghadapi ujian-ujian hidup dengan tetap tersenyum kepada anak-anak dan orang lain.


Terimakasih ibu,
atas setiap keikhlasan yang kau miliki,
Hingga setiap kata yang kau ucap selalu tertangkap dan menancap dihatiku.


Terimakasih ibu,
atas teladanmu yang baik menjadi seorang ibu.
Sesungguhnya syurga satu-satunya tempat terbaikmu kelak,dan tempat kita dikumpulkan bersama-sama lagi.


Terimakasih ibu,
untuk setiap do'a-do'amu yang melangit,dan Alloh menurunkannya ke bumi.


Terimakasih ibu,
Engkau adalah malaikatku yang sejatinya selalu ada disampingku,
menguatkanku saat rapuh
mengingatkanku saat terlena,
Ibu,
sejuta cinta tak mampu membalas kebaikanmu.
Yang aku lakukan hanyalah,
aku selalu berusaha berbuat baik kepada diriku dan orang-orang, hingga pahala kebaikannya mengalir kepadamu, seperti mengalirnya air susumu kedalam ragaku, hingga aku bisa menjadi diriku yang sekarang.


I love u , mom