Anak.
Kehadirannya begitu dinanti. Seiring dengan usianya yang terus bertambah, tidak
sedikit orangtua yang merasa “repot” ngurusi anak (apalagi mendidik). Alkisah,
ada seorang anak yang begitu “aktif” di sekolah. Terkadang membentak Bu
Gurunya, memukul kepala Bu Gurunya,atau mengintimidasi temannya. Jika
berkemauan harus langsung dituruti.
Sebenarnya saya sebagai salah seorang gurunya masih bisa menanganinya.
Tapi saat saya membaca buku penghubung (buku komunikasi guru – orangtua), saya
kok merasa aneh. Seakan anak ini diatas angin. Orangtuanya kewalahan. Saya
berfikir, anak ini cerdas, pintar, cantik lagi, alangkah lebih membahagiakan
jika lebih “shalihah” lagi. Akhirnya kami tawarkan fasilitas sekolah untuk
konsultasi dengan psikolog / konselor
sekolah. Kami, guru kelasnya menganalisa(cieee…gayanya), anak ini sepertinya
“aktif” karena pola didiknya yang mungkin saja ada yang perlu dibenahi, bukan
pada diri sang anak, misalkan gangguan pusat perhatian atau hiperaktif. Kami memilihkan
konselor kami, sekaligus pendiri sekolah ini,16 tahun yang lalu.
“Pola
didiknya ada yang kurang tepat, anak ini sebagian besar waktunya dihabiskan
dengan neneknya. Jika pagi, sang anak (dengan sudah dalam keadaan rapi)
dijemput ibunya, diantar ke sekolah.
Pulang sekolah, “dititipkan” sama neneknya yang rumahnya terpisah beberapa
desa. Maghrib kadang pulang kadang menginap. Kalau sama neneknya, apa – apa
dituruti. Pergaulannya tidak bisa dipantau. Saya menyarankan kepada ibu dari anak ini untuk “mengambil
alih” kewajiban mengasuh, mendidik
anaknya. Kalau tidak, ia akan “kehilangan” anaknya. Punya anak, tapi serasa
punya anak.”. Itu penjelasan konselor kami setelah konsultasi usai.
Kami
sebagai gurupun dituntut untuk selalu memantau. Di buku komunikasi, kami
merekomendasikan sang ibu untuk melakukan aktifitas bersama yang disukai sang
anak. Kami buatkan list tentang kegiatan murid kami itu. Selain itu juga terus
memotivasi anak tersebut untuk main bersama ibunya, mengaji dll. Kalau neneknya
rindu, neneknyalah yang datang. Singkat cerita, perubahan itu terjadi. Kami
semua bersyukur untuk itu.
Anak
Anda, Anak siapa? Tentu saja titipan Tuhan. Tapi siapa yang dititipi? Bukankah
ia dititipkan Tuhan didalam rahim Anda?Anak Anda, anak Siapa? Ya anak Andalah.
Andalah yang harus merawatnya. Andalah yang berkewajiban untuk mendidik. Dan
Tuhan kelak akan bertanya tentang bagaimana anda mendidik. Nah, yuk kita
bertanya pada diri kita, sudahkah kita menjadi sebenar-benar ayah? Sudahkah
kita menjadi ibu yang sebenar – benar ibu? Tanyakan pada hati Anda, ia lebih
tahu dan lebih jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar